Thursday, June 13, 2013

Generasi Emas Tanpa Gelar.

Apa yang ada di benak anda saat melihat skuad tim yang berisi bintang-bintang tampil di suatu kejuaraan? Mereka menjadi juara pastinya. Ekspektasi juara selalu diberikan publik kepada tim yang disebut unggulan terkuat. Namun pepatah lawas tapi tetap eksis di zaman modern ini bilang bahwa “bola itu bundar” semua hal bisa terjadi di atas lapangan. Contoh paling mudah adalah Yunani menjuarai EURO 2004. Tidak ada pihak yang yakin bahwa Yunani bisa berbicara banyak di turnamen ini,apalagi menjadi juara. Akan tetapi kenyataan berkata lain,permainan difensif mengandalkan serangan balik cepat ala Otto Rehaggel membungkam khalayak dan membawa Yunani ke tahta Juara. Contoh lain yang menyerupai adalah bagaimana Uruguay bisa mendobrak dominasi Argentina dan Brazil di Copa America.
Hal serupa juga terjadi di benua Afrika. Dilihat dari komposisi peserta dalam 2 penyelenggaraan Piala Afrika terakhir, Pantai Gading disebut sebagai tim terkuat dibandingkan tim lain dilihat dari aspek manapun. Tapi apa yang terjadi? Nigeria berhasil mengalahkan Pantai Gading 2-1 pada perempat final piala Afrika 2013. Banyak pihak yang terkejut akan hal ini terlebih saat melihat komposisi skuad masing-masing tim. Hal ini menambah luka di catatan sejarah Pantai Gading setelah mereka kalah tahun lalu dari Zambia di final melalui adu penalti.
Banyak spekulasi timbul di pihak pengamat. Mulai dari tim yang disebut arogan dan terlalu percaya diri,sampai ego masing-masing pemain yang mengurangi kekompakan tim. Didier Drogba,kapten sekaligus legenda hidup Pantai Gading berkata bahwa status unggulan justru membebani tim,hal ini membuat tim lain menjadi tampil ngotot saat menghadapi Pantai Gading. Hal ini diamini oleh Yaya Toure,menurutnya tekanan untuk Pantai Gading menjadi berlipat ganda dengan adanya ekspektasi publik ini sendiri.
Well, siapa yang menyangka tim bermaterikan Drogba,Toure bersaudara,Kalou,Zokora,Tiote,hingga sayap lincah Arsenal Gervinho bisa tersingkir begitu cepat. Ditambah manager bernama Sabri Lamouchi yang cukup sukses dalam karirnya sebagai pemain. Kegagalan Pantai Gading memang tidak diprediksikan,tetapi ada beberapa faktor yang membuat mereka gagal. Pertama,pemain bintang di Pantai Gading ini tergolong sudah memasuki masa senja dalam karirnya. Drogba berumur 35 tahun pada bulan maret mendatang. Kolo Toure,Didier Zokora,serta bek kiri PSG Tiene berusia 32 tahun. Bahkan metronom Pantai Gading dan Man.City akan berkepala 3 pada mei nanti. Bahkan Drogba pun berkata bahwa ini mungkin menjadi Piala Afrika terakhirnya.
Kedua, nama-nama besar di Pantai Gading berada di liga yang kurang kompetitif ataupun bukan pilihan utama di klub masing-masing. Didier Drogba terakhir hanya bermain di liga China, veteran lainya Didier Zokora berada di liga Turki,bahkan kiper utama mereka Baubacar Barry hanya bermain di Liga Belgia. Dari daftar skuad Pantai Gading sendiri, hanya liga Inggris yang bisa dianggap kompetitif. Itupun Bek Utama mereka Kolo Toure hanya menjadi cadangan di Man.City bersama pemain muda Abdul Razak.
Ketiga, faktor pelatih Sabri Lamouchi. Meskipun bisa dibilang cukup sukses di karirnya sebagai pemain,tetapi kebanyakan hanya berada di tim kualitas menengah. Selain itu kurangnya kepengalaman dalam bidang kepelatihan membuat banyak pihak meragukan kualitasnya dan itu terbukti dengan gagalnya Pantai Gading.
Keempat, faktor internal tim. Sepanjang membela Pantai Gading, Drogba telah mengikuti 5 piala Afrika dengan torehan 2 runners-up ,2 perempat final,dan sekali Juara ke-4. Namun dalam tiap keikutsertaan. Timnas Pantai Gading selalu dipimpin manager yang berbeda. Faktor perubahan taktik yang terlalu sering,kurang klop-nya manager dengan pemainya terjadi karena imbas dari seringnya Pantai Gading berganti manager.
Dengan usia para generasi emas Pantai Gading yang sudah berusia diatas kepala 3. Tak bisa dipungkiri bahwa ini mungkin saja menjadi turnamen terakhir mereka di kancah tim nasional. Miris melihat fakta yang terjadi,tapi itulah sepakbola. Status bintang hanya membuat tim yang mereka bela menjadi unggulan bukan menjadi Juara. Semoga generasi Pantai Gading berikutnya yang dipimpin Salomon Kalou dan Gervinho mampu mempersembahkan piala Afrika yang terakhir mereka raih pada tahun 1992.

No comments:

Post a Comment