Apa yang ada di benak anda saat melihat skuad
tim yang berisi bintang-bintang tampil di suatu kejuaraan? Mereka
menjadi juara pastinya. Ekspektasi juara selalu diberikan publik kepada
tim yang disebut unggulan terkuat. Namun pepatah lawas tapi tetap eksis
di zaman modern ini bilang bahwa “bola itu bundar” semua hal bisa
terjadi di atas lapangan. Contoh paling mudah adalah Yunani menjuarai
EURO 2004. Tidak ada pihak yang yakin bahwa Yunani bisa berbicara banyak
di turnamen ini,apalagi menjadi juara. Akan tetapi kenyataan berkata
lain,permainan difensif mengandalkan serangan balik cepat ala Otto
Rehaggel membungkam khalayak dan membawa Yunani ke tahta Juara. Contoh
lain yang menyerupai adalah bagaimana Uruguay bisa mendobrak dominasi
Argentina dan Brazil di Copa America.
Hal serupa juga terjadi di benua Afrika.
Dilihat dari komposisi peserta dalam 2 penyelenggaraan Piala Afrika
terakhir, Pantai Gading disebut sebagai tim terkuat dibandingkan tim
lain dilihat dari aspek manapun. Tapi apa yang terjadi? Nigeria berhasil
mengalahkan Pantai Gading 2-1 pada perempat final piala Afrika 2013.
Banyak pihak yang terkejut akan hal ini terlebih saat melihat komposisi
skuad masing-masing tim. Hal ini menambah luka di catatan sejarah Pantai
Gading setelah mereka kalah tahun lalu dari Zambia di final melalui adu
penalti.
Banyak spekulasi timbul di pihak pengamat.
Mulai dari tim yang disebut arogan dan terlalu percaya diri,sampai ego
masing-masing pemain yang mengurangi kekompakan tim. Didier
Drogba,kapten sekaligus legenda hidup Pantai Gading berkata bahwa status
unggulan justru membebani tim,hal ini membuat tim lain menjadi tampil
ngotot saat menghadapi Pantai Gading. Hal ini diamini oleh Yaya
Toure,menurutnya tekanan untuk Pantai Gading menjadi berlipat ganda
dengan adanya ekspektasi publik ini sendiri.
Well, siapa yang
menyangka tim bermaterikan Drogba,Toure
bersaudara,Kalou,Zokora,Tiote,hingga sayap lincah Arsenal Gervinho bisa
tersingkir begitu cepat. Ditambah manager bernama Sabri Lamouchi yang
cukup sukses dalam karirnya sebagai pemain. Kegagalan Pantai Gading
memang tidak diprediksikan,tetapi ada beberapa faktor yang membuat
mereka gagal. Pertama,pemain bintang di Pantai Gading ini tergolong
sudah memasuki masa senja dalam karirnya. Drogba berumur 35 tahun pada
bulan maret mendatang. Kolo Toure,Didier Zokora,serta bek kiri PSG Tiene
berusia 32 tahun. Bahkan metronom Pantai Gading dan Man.City akan
berkepala 3 pada mei nanti. Bahkan Drogba pun berkata bahwa ini mungkin
menjadi Piala Afrika terakhirnya.
Kedua, nama-nama besar di Pantai Gading
berada di liga yang kurang kompetitif ataupun bukan pilihan utama di
klub masing-masing. Didier Drogba terakhir hanya bermain di liga China,
veteran lainya Didier Zokora berada di liga Turki,bahkan kiper utama
mereka Baubacar Barry hanya bermain di Liga Belgia. Dari daftar skuad
Pantai Gading sendiri, hanya liga Inggris yang bisa dianggap kompetitif.
Itupun Bek Utama mereka Kolo Toure hanya menjadi cadangan di Man.City
bersama pemain muda Abdul Razak.
Ketiga, faktor pelatih Sabri Lamouchi.
Meskipun bisa dibilang cukup sukses di karirnya sebagai pemain,tetapi
kebanyakan hanya berada di tim kualitas menengah. Selain itu kurangnya
kepengalaman dalam bidang kepelatihan membuat banyak pihak meragukan
kualitasnya dan itu terbukti dengan gagalnya Pantai Gading.
Keempat, faktor internal tim. Sepanjang membela Pantai Gading, Drogba telah mengikuti 5 piala Afrika dengan torehan 2 runners-up
,2 perempat final,dan sekali Juara ke-4. Namun dalam tiap
keikutsertaan. Timnas Pantai Gading selalu dipimpin manager yang
berbeda. Faktor perubahan taktik yang terlalu sering,kurang klop-nya manager dengan pemainya terjadi karena imbas dari seringnya Pantai Gading berganti manager.
Dengan usia para generasi emas Pantai Gading
yang sudah berusia diatas kepala 3. Tak bisa dipungkiri bahwa ini
mungkin saja menjadi turnamen terakhir mereka di kancah tim nasional.
Miris melihat fakta yang terjadi,tapi itulah sepakbola. Status bintang
hanya membuat tim yang mereka bela menjadi unggulan bukan menjadi Juara.
Semoga generasi Pantai Gading berikutnya yang dipimpin Salomon Kalou
dan Gervinho mampu mempersembahkan piala Afrika yang terakhir mereka
raih pada tahun 1992.
No comments:
Post a Comment